Berbagi Cerita Isolasi Mandiri: Mari Raih dan Jaga Hidayah

menuang kopi dingin nikmat mengikat inspirasi diakhir.blog

Catatan: Tulisan ini saya buat pada bulan Juli 2021 tentang pengalaman saya dan keluarga saya terpapar Covid-19.

Beberapa tips atau informasi dalam tulisan ini mungkin, dan saya harap, sudah tidak relevan lagi dalam arti sudah tidak ada lagi bahaya Covid-19 di bumi ini.

Akan tetapi ada poin yang akan tetap relevan sampai kapan pun selagi kita masih hidup di dunia yaitu perlunya meraih dan menjaga erat hidayah jangan sampai lenyap tak berbekas, sehingga saya tetap menyajikan tulisan ini di blog ini.

Hi Pembaca yang baik hati, terima kasih telah mengunjungi diakhir.blog.

Pada bulan Juli tahun 2021 silam, saya dan keluarga saya terpapar Covid-19.

Ini adalah catatan pengalaman pribadi isolasi mandiri (isoman) yang kami lakukan di rumah.

Saya tulis catatan ini sebagai pengingat di masa depan tentang salah satu kejadian paling penting yang pernah saya alami.

Tulisan ini juga menjadi gambaran isolasi mandiri bagi pembaca blog ini yang belum pernah mengalaminya, tidak ada salahnya berjaga-jaga bukan?

Dan yang tak kalah pentingnya, malah menjadi inti dari tulisan ini, saya perlu menyampaikan agar kita senantiasa berusaha memetik hidayah dari kejadian tersebut dan mewaspadai sebuah risiko: gagal dapat hidayah.

Saya akan menulis 9 poin seputar pengalaman saya dan keluarga melakukan isolasi mandiri Covid-19 (akan saya update jika saya menemukan informasi yang saya anggap perlu untuk ditambahkan).

1. Rujukan yang Saya Pegang tentang Covid-19

Sebelum bercerita lebih lanjut, paling pertama sekali saya akan mengungkap rujukan yang saya pegang terkait Covid-19.

Kenapa saya merasa perlu menyampaikan ini?

Karena ini akan menyangkut poin ketiga — sebagai salah satu hal paling penting yang ingin saya sampaikan — serta keseluruhan tulisan ini.

Berhubung banyak beredarnya informasi seputar Covid-19 baik yang memiliki dasar maupun tidak atau hoaks (hoax) maka saya membatasi informasi yang saya terima.

Fumio Sasaki seorang penulis gaya hidup minimalis Jepang pernah bilang dalam bukunya yang berjudul Goodbye, Things: The New Japanese Minimalism, ada beragam informasi membanjiri kita, dengan keterbatasan yang kita miliki hendaknya kita merampingkan dan merapikan benak dari banjirnya informasi tersebut.

Saya tidak punya waktu luang untuk membaca info-info mengenai Covid-19 yang berasal dari sumber yang tidak jelas.

Oleh karena itu rujukan yang saya jadikan pegangan mengenai Covid-19 hanya berfokus pada:

  1. Perkumpulan ulama, seperti Majelis Ulama Indonesia, dan sebagainya.
  2. Otoritas wilayah, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Satgas Covid-19.
  3. Perkumpulan pakar kesehatan, yaitu Ikatan Dokter Indonesia, dan sebagainya.

Masing-masing pihak memiliki domain masing-masing yang berkaitan, misalnya:

Pemerintah Pusat menentukan zona warna dan kebijakan-kebijakan.

Satgas Covid-19 memaparkan angka statistik.

MUI menerbitkan fatwa bolehnya vaksin atau tata cara sholat berjamaah di masa pandemi (misalnya bolahnya memakai masker dan menjaga jarak saat shalat berjamaah).

IDI menyampaikan teori terkini mengenai Covid-19.

Dengan demikian pemahaman saya seputar Covid-19 antara lain:

  1. Covid-19 adalah penyakit yang dampaknya terhadap seseorang bisa beragam, ada yang tidak bergejala –benar-benar tidak terlihat tanda-tanda sama sekali, ada yang bergejala baik ringan, sedang, maupun berat bahkan mematikan.
  2. Penyebarannya sangat cepat.
  3. Protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mencuci tangan dilakukan sebagai bentuk ikhtiar.
  4. Vaksin diberikan sebagai salah satu bentuk ikhtiar.

2. Apa yang Saya Rasakan Saat Terpapar Covid-19?

Kemampuan tubuh setiap orang menerima hadirnya virus Covid-19 dalam diri benar-benar beragam.

Ada yang ringan dan malah ada yang merasa tidak mengalami gejala apa-apa, ada juga yang mengalami gejala sedang, dan ada juga yang berat bahkan mematikan.

Saat saya menulis artikel ini, berita duka berdatangan silih berganti baik di group-group Whatsapp maupun melalui pengumuman di masjid-masjid.

Bagaimana dengan saya?

Saya menilai gejala yang saya alami bukan termasuk gejala berat karena tidak sampai membuat saturasi oksigen saya turun, sesak napas, atau bahkan masuk rumah sakit.

Akan tetapi meski demikian apa yang saya alami adalah sesuatu yang sungguh luar biasa buat saya dan keluarga!

Saya tidak akan menulis detail apa yang saya alami, karena saya tidak ingin orang menjadi takut atau panik, lagi pula seperti saya tulis tadi tidak semua orang akan mengalami gejala.

Dan saya sendiri toh berhasil survive juga melalui 14 hari isoman (meski saat menulis tulisan ini masih merasa lemah dan suka kedinginan di sore hari).

Yang bisa saya tulis tentang terpapar Covid-19 yang saya alami:

  1. Saya pernah (a) kejedot ujung tajam jendela sehingga kepala pun dijahit, (b) demam berdarah diopname 5 hari, (c) terluka saat main bola bersama teman-teman di Puncak sehingga di tengah malamnya demam menggigil dahsyat dan saya bersyahadat berulang-ulang karena menduga akan mati, (d) mengalami kebanjiran selama sepekan yang merusak ratusan buku yang saya miliki dan harus membereskan kerusakan yang ditimbulkan. Nah, rasa takut dan desperate yang saya alami saat sakit Covid-19 yang lalu tidak ada bandingannya dengan yang saya alami di kejadian-kejadian yang saya sebut barusan.
  2. Saya menangis berkali-kali. rasanya sudah lama saya tidak menangis seperti ini. Saya takjub, jika gejala ringan saja seperti ini maka apalah lagi gejala berat?
  3. Saat lagi parah-parahnya, meluruskan telunjuk saja saya tidak sanggup. Ada hari di mana anak saya yang berusia 2,5 tahun seharian tidak kami mandikan, bahkan tidak kami ganti bajunya yang ketumpahan bihun, karena simply kami tidak sanggup!
  4. Di awal terkonfirmasi positif melalui tes PCR, saya bertekad untuk menjadikan momen isolasi mandiri sebagai kesempatan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an. Ternyata apa yang terjadi? Saya kesulitan membacanya karena napas jadi pendek. Kira-kira begini, “bismillaa.. hirrohmaa.. nirrohim” (merasa lelah) “alhamdulilla.. hirobbil.. ‘alamiin” (merasa lelah). Pernah saya meruqyah ayah saya selama 30 menitan setelah itu dada terasa agak sakit.
  5. Selama beberapa hari istri saya hanya bisa tidur, kondisi mengkhawatirkan, dada agak sakit, dan beberapa kali menangis.
Gambar anak kecil sepertinya memiliki daya tahan yang lebih kuat, karena kami hanya perlu memantau suhu anak kami, begitu mulai naik ke 37 maka kami memberi Tempra Sirup. Setelah itu alhamdulillah dia akan lari-larian lagi sampai datang demamnya lagi. Selain Tempra kami juga memberikan Imboost Kids.

3. Terpapar Covid-19 Adalah Momen Berharga untuk Meraih Hidayah Setiap Hari!

Nah, ini bagian yang paling ingin saya ingat dan paling ingin saya share ke para pembaca tulisan ini.

Please, tolong jangan skip tulisan ini..

Saat terkena ujian musibah ini saya lantas memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beristighfar.

Saya juga meminta maaf kepada teman-teman serta meminta didoakan.

Tiap kali ada yang menanyakan saya perlu dibantu apa selalu saya katakan yang paling utama saya memerlukan ampunan maaf atas semua kesalahan saya terhadap mereka dan bahwa saya memerlukan bantuan doa mereka.

Di dalam hati saya berjanji akan merutinkan sholat berjamaah rutin dengan istri, terutama sholat tahajud (di masa pandemi ini saya jarang shalat berjamaah di masjid karena saya tinggal bersama orang tua yang sudah sakit stroke dan diabetes).

Saya juga berjanji akan lebih memperhatikan anak saya.

Ada rasa sedih ketika anak minta digendong seperti biasa tetapi saya tidak bisa melakukannya karena perlu menjaga jarak.

Bahkan anak saya sempat bilang,

“Aku e’e (pup), mama lagi sakit, jadi aku enggak dicebokin.”

yang serta merta membuat kami terkejut karena khawatir sedari tadi anak kami BAB tetapi tidak bilang karena merasa kami orang tuanya sedang tidak sanggup mengurusnya.

Saya berjanji untuk kembali menghafal Juz Amma, serta janji-janji lainnya.

Saya pun tersadar alangkah indahnya jika ujian ini menyadarkan saya!

Saya teringat kisah kaum Ninawa, kaum diutusnya Nabi Yunus ‘Alaihis Salam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Yunus ‘Alaihis Salam kepada penduduk kampung (negeri), yaitu Ninawa di wilayah Mushil (Irak).

Beliau berdakwah mengajak penduduk negeri tersebut agar menyembah Allah semata dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya, tetapi penduduk negeri tersebut enggan menerima dan tetap dalam kekufuran mereka.

Sehingga akhirnya Nabi Yunus ‘Alaihis Salam meninggalkan mereka.

Seketika itu mereka pun tersadar bahwa perginya Nabi Yunus ‘Alaihis Salam meninggalkan mereka merupakan pertanda bahaya bagi mereka, sebentar lagi mereka tentu akan mendapat azab dari Allah.

Maka mereka pun bertaubat dengan sungguh-sungguh dan Allah menyelamatkan mereka dari kehancuran.

“Maka mengapa tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Ketika mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai waktu tertentu.” (Al-Qur’an Surat Yunus ayat 98).

Tatkala Nabi Yunus ‘Alaihis Salam telah meninggalkan mereka, mereka menyangka bahwa azab yang diperingatkan akan segera diberlakukan.

Maka Allah mengaruniai mereka kesadaran untuk bertaubat ke dalam hati mereka.

Mereka kemudian mengenakan pakaian kasar dan memisahkan setiap ternak dengan anaknya.

Mereka memohon dengan sangat kepada Allah selama empat puluh malam.

Setelah kejujuran taubat mereka terbukti, dan mereka benar-benar menyesal atas apa yang sebelumnya mereka lakukan, maka Allah pun menjauhkan mereka dari azab yang hampir saja menimpa mereka.

Saya pun ingin menjadikan ujian musibah Covid-19 ini sebagai momen penting dalam hidup saya untuk meraih ampunan Allah dan hidayah yang akan bertahan hingga akhir hayat.

Ini adalah momen teramat penting, beberapa orang bahkan mengalami masa kritis alias hampir berpulang, ada juga yang kehilangan anggota keluarganya.

Ini adalah pengalaman yang mahal.

Dari beberapa hadits disebutkan bahwa seorang beriman yang meninggal karena wabah maka dia berpeluang memperoleh pahala syahid.

“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena ath-tha’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Tetapi syaitan tidak akan tinggal diam mengetahui adanya peluang kedudukan syahid tersebut.

Syaitan akan menghembuskan keraguan, syubhat, fitnah, kesibukan yang tidak berguna ke dalam hati manusia.

Mencari siapa saja yang akan terperosok kepada jebakannya.

Oleh karena itu seseorang yang mengalaminya hendaknya berhati-hati jangan sampai terperosok ke dalam jurang kerugian.

Yaitu ketika mengalami hal krusial ini malah menyibukkan diri dengan membaca atau mendengar informasi-informasi hoax yang sesat lagi menyesatkan, yang tidak jelas sumbernya, tidak jelas kredibilitasnya.

Lebih parah lagi malah mendorongnya untuk menuduh berbagai pihak.

Alangkah ruginya jika gagal memperoleh penghapusan dosa-dosa atau ketika gugur ternyata batal memperoleh pahala syahid.

Silakan lihat “Kriteria Hukum Mati Syahid Bagi Orang yang Positif Covid-19”.

Di sisi lain ada orang-orang yang jika diberikan kemudahan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa gejala ringan atau malah tak bergejala, malah menjadikannya sombong, bukan bersyukur.

Jika itu yang terjadi: sayang sekali, sangatlah rugi.

Saat kita tertimpa musibah terpapar Covid-19, kita bisa memilih ingin menjadikan musibah tersebut sebagai apa.

Saya memilih untuk memetik hidayah dari musibah ini dan tidak membiarkan hilangnya kesempatan memperoleh hidayah yang tak ternilai harganya.

Keputusan ada di tangan saya, Anda, kita, akankah membiarkan terhalangnya hidayah yang mestinya bisa diraih dari ujian musibah ini?

Maka saya memilih meninggalkan informasi yang tidak jelas, tidak mau mempersulit diri, tidak mau menambah dosa dengan prasangka buruk, dan tentu saja: saya ingin memperbanyak istighfar!

4. Segera Melaporkan Diri pada Ketua RT, Ketua RW, atau Satgas Covid-19

Ini penting.

Laporkan segera ke Ketua RT, Ketua RW, Satgas Covid-19, atau puskesmas.

Ini harus dilakukan.

Dengan melaporkan sejak awal kita akan bisa dipantau dan mendapat bantuan atau saran yang diperlukan.

Setelah melapor ke pak Hadi, Ketua RW sekaligus Satgas Covid-19 setempat, saya dihubungi oleh dokter Desi dari Puskesmas Rawa Tembaga Bekasi yang akan memantau perkembangan saya dan keluarga melalui komunikasi Whatsapp.

Saat ayah saya saturasinya turun ke 70, pak Hadi melaporkan ke dokter puskesmas, lalu saat itu juga dr. Desi menelepon saya memberitahu agar ayah saya segera dibawa ke rumah sakit.

Kami sekeluarga merasa ragu apa harus membawa ke rumah sakit karena kondisi bapak yang hanya bisa berbaring karena badannya lemah, sementara dari kabar yang saya dengar IGD penuh sehingga antrian ke kamar rawatnya bisa 1-2 hari.

Namun dr. Desi menyarankan tidak apa-apa menunggu yang penting menunggu di RS sehingga ada yang menangani.

Dalam kondisi lemah memang terkadang kita memerlukan orang yang mengarahkan dengan diksi yang jelas, sehingga meski awalnya ada keraguan, kami sekeluarga pun akhirnya bertekad membawa ayah ke rumah sakit yaitu RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.

Berhubung ambulans puskesmas sedang fully booked, maka keluarga saya mencari ambulans yang dapat mengangkut ayah.

Alhamdulillah berhasil dapat.

Gambar berhubung ambulans puskesmas sedang fully booked, maka keluarga saya mencari ambulans yang dapat mengangkut ayah. Alhamdulillah berhasil dapat.

Setelah masuk ke RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi barulah kami sekeluarga mengetahui data medis ayah kami yang terdampak akibat Covid-19, mulai dari gula darah hingga trombosit yang hampir semuanya berada di luar batas normal.

RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi telah berusaha melakukan yang terbaik, meski demikian pada akhirnya qadarullah ayah kami wafat setelah 4 hari berjuang dan dimakamkan di TPU Pedurenan Bekasi.

5. Konsumsi Vitamin C, Vitamin E, dan Berjemur Sinar Matahari

Bu dokter Desi mengontak saya melalui Whatsapp dan menyampaikan agar saya mengonsumsi vitamin C, E, dan berjemur di bawah sinar matahari selama 15 menit setiap jam 8.30 pagi.

Adapun untuk obat-obatan lainnya agar dikonsumsi apabila ada keluhan saja, misal bila batuk minum obat batuk, bila demam minum obat demam.

Untuk kebutuhan vitamin saya berinisiatif membeli paket “Isolasi Mandiri Gold – Paket Sehat” yang merupakan paket bundel Vitamin D 5000 IU dan Zegavit.

Saya tidak sedang mempromosikan produk tersebut, ini hanya sekadar salah satu pilihan paling mudah yang bisa saya peroleh dan tentunya saya menanyakan terlebih dahulu kepada dokter Desi apakah paket vitamin semacam ini sudah dianggap memadai.

Saya sekeluarga juga mengonsumsi beragam madu, jamu, dan herbal, termasuk herbal Rempah PH7 dari Ustadz Adi Hidayat (bila Anda berminat memperolehnya Anda bisa mendaftar online, gratis, hanya perlu mengganti ongkos kirim saja jika ingin dikirim ke rumah — bisa juga mengambil sendiri di Quantum Akhyar Institute).

6. Panggil Tes PCR Mandiri ke Rumah untuk Mengetes Orang yang Tinggal Satu Rumah

Jika memungkinkan, sebaiknya memanggil PCR mandiri ke rumah untuk mengetes orang yang tinggal serumah. PCR mandiri ini lebih cepat keluar hasilnya daripada PCR dari puskesmas.

Lab yang saya gunakan untuk tes PCR pertama yang menunjukkan hasil positif saya adalah Laboratorium Klink PLATINUM.

Sedangkan untuk memanggil ke rumah untuk mengetes anggota keluarga serumah menggunakan Laboratorium Otrismo.

Hasil tes PCR menunjukkan bahwa saya, istri, ibu, dan ayah positif Covid-19.

Sedangkan anak saya yang berusia 2,5 tahun tidak saya tes PCR tetapi kami anggap positif juga karena menunjukkan gejala demam selama 3 hari.

7. Kabari Keluarga, Tetangga, Teman, atau Komunitas

Peran keluarga, tetangga, teman, atau komunitas adalah membantu mengamati perkembangan kita.

Sebab dalam keadaan lemah terkadang kita tidak sanggup memikirkan apa yang dibutuhkan dan bagaimana mendapatkannya.

Ketika isolasi mandiri, semua bantuan apa pun akan terasa berharga. Terlebih kita diharapkan tidak keluar rumah seperti ke ATM, minimarket dan sebagainya.

Oleh karena itu silakan kabari teman-teman atau komunitas yang Anda menjadi anggotanya atau Anda ketahui dapat membantu Anda.

Saya mendapat banyak bantuan dari saudara-saudara, kantor yang meminjamkan mesin oxygen concentrator (menggantikan tabung oksigen yang semula ayah saya pakai, tidak perlu lagi isi ulang tabung!), teman-teman, bahkan teman-teman alumni SMAN 1 Bekasi dan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia angkatan 2003 yang kami sudah sangat jarang bertemu (mereka bahkan mengumpulkan donasi untuk saya!), dan lain-lain.

Kiriman donasi, vitamin, madu, makanan pun berdatangan silih berganti, masya Allah.

Salah seorang teman malah sejak awal saya kabari sudah menanyakan apa golongan darah saya, just in case saya memerlukan darah dia bisa membantu mendonorkan darahnya.

Gambar tangkapan layar chat WhatsApp salah seorang teman malah sejak awal saya kabari sudah menanyakan apa golongan darah saya, just in case saya memerlukan darah dia bisa membantu mendonorkan darahnya.

Ini mungkin terdengar menyeramkan, tetapi kenyataannya ada orang-orang yang membutuhkan donor darah karena penyakit ini.

Sehingga saya berterima kasih teman saya mengingatkan saya tentang kemungkinan tersebut.

Bahkan Pak Vid Adrison dosen pembimbing skripsi saya yang selama ini saya sudah tidak pernah berkomunikasi dengannya tiba-tiba turut menghubungi saya untuk menanyakan kabar. Saya benar-benar terharu beliau mengkhawatirkan kondisi saya.

Keluarga kami juga berterima kasih kepada bu bidan Wiwi, tetangga kami yang berbaik hati membantu merawat ayah kami yang semestinya dibawa ke RS namun saat itu kami belum ada yang sanggup melakukannya karena kami terlalu lelah dan sulit berpikir.

Keluarga kami juga banyak dibantu tim relawan seperti Bu Ria, Bu Enden, Bu Nia, Bu Martha dan lain-lain setiap hari saya dan keluarga melaporkan formulir ini melalui Whatsapp kepada tim tersebut:

Tanggal :

Nama :
Hasil Antigen/ PCR :
Isoman hari ke :
Suhu :
Nadi :
Pernapasan /menit :
Saturasi :
Keluhan :
Obat yg sdg di konsumsi :

Bu Ria bahkan datang malam-malam untuk membantu memperbaiki infusan ayah yang lepas. Ada pak Kiki yang mengantar-jemput isi ulang tabung oksigen. Ditambah lagi dengan peran signifikan bu Martha yang mendampingi ke rumah sakit.

Masya Allah.

Gambar salah seorang anggota Satgas Covid Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jakasampurna (Bu Ria) bahkan datang malam-malam untuk membantu memperbaiki infusan ayah yang lepas.

Intinya, ketika isolasi mandiri jangan dipendam sendiri, selain melapor ke pihak RT, RW, atau Satgas Covid-19, kabari juga orang-orang terdekat Anda serta orang-orang yang menurut Anda dapat membantu.

Jangan ragu meminta tolong jika memerlukan, berjanji saja dalam hati jika sudah sembuh juga akan melakukan hal yang sama, membantu orang yang sedang terpapar dengan kemampuan yang dimiliki, termasuk berdoa untuk kesembuhan mereka.

8. Hindari Bergerak Terlalu Cepat, Jangan Lupa Mengatur Napas

Saat bergerak untuk mengerjakan aktivitas penting (misalnya mencuci baju, Anda mungkin tetap harus melakukannya) lakukan perlahan dan sambil mengatur napas.

Intinya jangan bergerak terlalu cepat dan jangan lupa mengatur napas.

Pelajari teknik proning untuk membantu pernapasan, silakan klik tautan atau link berikut: “Teknik Proning, Selamatkan Nyawa Pasien Isoman Covid-19 di Rumah”.

Situasi yang dihadapi masing-masing orang berbeda-beda.

Ada orang-orang yang saat isolasi mandiri bisa tidur nyenyak, nonton TV, makan enak.

Akan tetapi ada juga orang-orang yang seperti saya dan ibu saya harus tetap full capacity mengelola isi rumah seperti mengepel lantai, menyemprot sanitizer udara, mencuci baju semua penghuni rumah, memantau anak yang demam tiap 5 jam sekali (saat anak saya sedang bergejala), memantau ayah yang terbaring lemah, dan lain-lain.

Kami perlu menjaga kondisi rumah selalu berganti udaranya, rutin berganti seprai dan sarung bantalnya.

Gambar saya tidak mudah beristirahat, saya ingin sekali beristirahat tetapi belum bisa, karena jika saya beristirahat maka siapa lagi yang akan mengerjakannya selain saya dan ibu saya yang jika dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya masih lebih baik kondisinya.

Saya tidak mudah beristirahat, saya ingin sekali beristirahat tetapi belum bisa.

Karena jika saya beristirahat maka siapa lagi yang akan mengerjakannya selain saya dan ibu saya yang jika dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya (yaitu ayah dan istri saya) masih lebih baik kondisinya.

Maka di sini kami harus mengatur strategi beraktivitas.

Saya mendapati ketika saya bergerak terlalu cepat maka saya akan lebih cepat lelah (meski dengan bergerak lambat pun saya juga merasa lelah).

9. Pantau Tanda-Tanda Vital

Orang yang melakukan isolasi mandiri (isoman) sebaiknya memiliki oximeter untuk mengukur saturasi oksigen dan nadi.

Saat ayah saya merasa kedinginan saya bisa segera tahu bahwa kadar oksigen di dalam darahnya sedang ngedrop karena saya mengecek dengan oximeter, dari semula 97 menjadi 80 hanya dalam waktu 15 menit!

Saya tidak tahu apa benar saturasi oksigen dapat turun secepat itu tetapi itu adalah pengalaman yang kami lihat sendiri.

Saya mengecek saturasi ayah sebelum saya tidur, angka menunjukkan 97. Baru juga saya rebahan tiba-tiba ayah menggedor-gedor lemari di samping tempat tidurnya, “dingin!” teriaknya.

Ayah menguap berkali-kali, badannya gemetar, dan setelah saya cek saturasinya menunjukkan angka 80.

Selain saturasi oksigen dan nadi, seseorang hendaknya mengukur jumlah napas dalam satu menit.

Data tersebut akan diperlukan untuk berkonsultasi dengan dokter puskesmas yang memantau.

Anak kecil sepertinya memiliki daya tahan yang lebih kuat, karena kami hanya perlu memantau suhu anak kami, begitu mulai naik ke 37 maka kami memberi Tempra Sirup.

Setelah itu alhamdulillah dia akan lari-larian lagi sampai datang demamnya lagi.

Selain Tempra kami juga memberikan Imboost Kids.

Kesimpulan

Ini adalah catatan pribadi saya dalam melakukan isoman.

Saya membuat catatan ini karena ini adalah termasuk momen paling penting dalam sejarah hidup saya dan keluarga saya, sekaligus saya ingin berbagi informasi apa yang perlu dilakukan orang yang baru terpapar Covid-19 baik bergejala maupun tidak.

Saya ingin menjadikan momen tersebut sebagai momen penting di mana setiap harinya saya tersadar betapa lemahnya diri saya sebagai manusia, menyadari kesalahan-kesalahan yang saya lakukan, dan memperbanyak beristighfar.

Dengan demikian semoga saya memperoleh hidayah Allah di setiap harinya.

Terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu dengan doa, kiriman, pendampingan, ampunan maaf, dan lain-lain, yang tidak mampu saya tulis satu per satu.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan mereka semua dengan kebaikan yang berlipat.

Sebagai penutup saya memohon maaf bila di dalam tulisan ini maupun blog saya secara keseluruhan ada yang membuat Anda pembaca blog ini merasa kurang berkenan.

Mohon dimaafkan dan mohon doanya.

Iqbal – diakhir.blog

Timeline

Ini adalah timeline atau kronologi kejadian terpaparnya Covid-19 di rumah kami.

Jika 9 poin di atas dibuat berdasarkan poin apa saja yang saya anggap perlu diketahui tanpa urutan timeline, maka saya menambahkan bagian ini untuk menuliskan urutan kejadian yang terjadi di rumah kami (meski tanpa tanggal-tanggalnya):

  • Ayah sakit batuk-batuk, kemudian demam, lalu tidak doyan makan berhari-hari. Di fase ini ibu juga sakit.
  • Beberapa hari kemudian saya demam. Saya memutuskan tes antigen untuk diri saya, hasilnya positif.
  • Tengah malam setelah saya tes antigen, ayah saya berteriak kedinginan, menggigil, saturasi oksigennya turun ke 80, lalu naik lagi ke 92 dengan tabung oksigen.
  • Paginya saya PCR yang 1 hari jadi, hasilnya saya positif.
  • Dua hari kemudian ibu, ayah, dan istri PCR yang 1 hari jadi, hasilnya positif semua.
  • Istri mulai demam.
  • Beberapa hari kemudian anak saya demam.
  • Kondisi ayah semakin memburuk, tetapi kami tidak ada yang sanggup membawa ke RS.
  • Saat saturasi oksigen ayah naik-turun (paling rendah 70, tetapi bisa naik ke 94) dan kondisi semakin memburuk ayah dibawa ke RS.
  • Setelah 5 hari dirawat di rumah sakit, ayah wafat.

Referensi

Tim Ahli Tafsir di Bawah Pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. (2015). Shahih Tafsir Ibnu Katsir (10 ed., Vol. 4). (A. A. Bashri, Ed., & A. I. al-Atsari, Trans.) Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.

Zaidan, D. K. (2016). Hikmah Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an: Dari Nabi Adam-Nabi Isa Alaihimussalam Beserta Kaumnya (6 ed., Vol. 1). Jakarta: Darus Sunnah.

Featured Image: iStock.com / Dannko (Standard License)

5 thoughts on “Berbagi Cerita Isolasi Mandiri: Mari Raih dan Jaga Hidayah”

  1. Situasi ini jg mengingatkan bahwa keluarga adalah yang utama dan support system penting. Yakin kita semua bisa melewatinya..

  2. Tulisan ini semoga menjadi pengingat bahwa kita sudah pernah melalui kisah luar biasa ini, sampai akhirnya hrs kehilangan bapak kita utk selama-lamanya..menjadi takdir terbaik dr Allah swt..kisah dimana kita diuji ikhlas yg sebenar2nya ikhlas..hiks hiks..hiks..

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top