Beberapa orang mengadu kepada Hasan Al-Bashri tentang berbagai masalah yang mereka hadapi.
Menanggapi semua curahan hati tersebut, Hasan Al-Bashri memberi nasihat yang sama.
Apa itu dan mengapa?
Hi Pembaca yang baik hati, terima kasih telah mengunjungi diakhir.blog.
Adakalanya masalah yang dihadapi seseorang membuatnya merasa putus asa dan tidak ada seorang pun yang bisa diharapkan membantu.
Mereka semua sibuk dengan urusan masing-masing.
Atau barangkali ada yang sebenarnya ingin membantu tetapi memang tidak bisa membantu.
Tidak bisa benar-benar berharap pertolongan kepada manusia, sekalipun yang berposisi tinggi atau kaya raya.
Bahkan di masa pandemi Covid-19 yang merebak di seluruh dunia, terbukti bisnis-bisnis besar pun mengalami guncangan dan kesulitan menolong diri sendiri.
Masalah memang datang silih berganti.
Sejatinya, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala tempat kita setiap saat memohon pertolongan terus menerus sampai hidup kita di dunia ini berakhir.
Saat jalan terasa buntu, mentok, dan saat diri ingin lari dari kenyataan hidup, seseorang perlu melakukan hal yang seharusnya dilakukannya untuk keluar dari kerumitan itu.
Dan salah satu tindakan esensial atau sangat penting dan mendasar yang perlu dilakukan seseorang mulai saat ini juga, right now, adalah introspeksi diri dan memperbanyak ISTIGHFAR.
Ya, istighfar, memohon ampun, dan bertaubat kepada Allah.
1. Istighfar: Jalan Pertolongan Allah (Surat Nuh Ayat 10-12)
2. Istighfar: Penyempurna Kekurangan Amalan (Surat Fussilat Ayat 6)
3. Istighfar: Mencegah Azab Allah (Surat Al-Anfal Ayat 33)
4. Bila Merasa Malu Beristighfar karena Banyaknya Dosa-Dosa yang Telah Dilakukan

1. Istighfar: Jalan Pertolongan Allah (Surat Nuh Ayat 10-12)
Telah diriwayatkan ada beberapa orang yang mengadu kepada Hasan Al-Bashri tentang berbagai masalah yang mereka hadapi.
Ada yang mengalami musim paceklik.
Ada yang mengalami kemiskinan.
Ada yang mengalami kebunnya kekeringan.
Ada pula yang belum juga dikaruniai anak.
Menanggapi semua curahan hati tersebut, Hasan Al-Bashri memberi nasihat yang sama, yaitu MINTALAH AMPUN KEPADA ALLAH.
Ketika ditanya mengapa beliau memberi nasihat yang sama, yaitu meminta ampunan Allah, untuk persoalan yang berbeda-beda tersebut, beliau menjawab bahwa dirinya tidak memberi nasihat berdasarkan pikirannya sendiri, melainkan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Nuh ayat 10-12:
“Maka aku berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.’” (Al-Qur’an Surat Nuh ayat 10-12)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, di ayat-ayat sebelumnya, yaitu surat Nuh ayat 1-10, disampaikan bahwa Nabi Nuh ‘Alaihis Salam mengadukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala perihal sikap kaumnya terhadapnya (Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama 950 tahun).
Yaitu tiap kali Nabi Nuh ‘Alaihis Salam mengajak kaumnya untuk mendekat kepada kebenaran, mereka justru malah berlari dan menjauh darinya.
Jika diseru kepada iman, kaumnya menutup telinga agar tidak mendengar seruan itu.
Mereka menyombongkan diri dengan sangat, tidak mau mengikuti kebenaran.
Nabi Nuh ‘Alaihis Salam juga sudah mendakwahi kaumnya baik secara terang-terangan maupun diam-diam.
Berbagai cara telah dilakukan agar dakwah menjadi lebih berkesan di hati kaumnya.
Pokoknya berbagai cara yang baik telah dilakukan dengan penuh kesabaran.
Akan tetapi kaumnya tetap saja bersikap membantah.
Kemudian sampailah pada ayat 10-12 tadi, Nabi Nuh ‘Alaihis Salam mengajak kaumnya untuk kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengakui segala kesalahan mereka dengan segera bertaubat kepada Nya.
Sebesar apa pun dosa-dosa seseorang, jika memohon ampunan kepada Allah maka Dia akan menerimanya.
Selanjutnya dalam ayat tersebut disebutkan bahwa niscaya Allah akan mengirimkan hujan yang membawa kebaikan.
Dianjurkan membaca surat ini dalam shalat Istisqa yaitu shalat meminta hujan ketika hujan telah lama tidak turun.
Sahabat Umar bin Khattab Radhiallahu’ Anhu pernah naik mimbar untuk meminta hujan.
Ketika itu Umar Radhiallahu’ Anhu hanya beristighfar dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an tentang istighfar, di antaranya adalah ayat tersebut.
Selanjutnya dalam ayat tersebut, disebut pula bahwa Allah akan memperbanyak harta dan anak-anak orang-orang yang senantiasa memohon ampunan kepada Nya.
Allah juga akan mengadakan untuk mereka kebun-kebun serta sungai-sungai yang merupakan limpahan rezeki dari Nya.
Mengetahui bahwa istighfar merupakan salah satu kunci utama memperoleh pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membuat seseorang memiliki harapan.
Barangkali kerja-kerja yang dilakukan sudah sedemikian keras, malah bisa jadi sering berangkat pagi pulang malam demi hidup yang lebih baik.
Barangkali doa-doa telah sepanjang hari dilantunkan.. akan tetapi rasanya permasalahan tak pernah pergi jauh darinya, rasanya mandek, rasanya seperti menabrak tembok keras.
Maka, barangkali ada satu hal penting ini yang belum dilakukan, yaitu merutinkan istighfar.
Tetapi bukan sekadar ucapan di lisan melainkan meyakininya di dalam hati.
Istighfar yang dilakukan dengan menghancurkan segala kesombongan diri.
Ketika melihat orang lain melakukan kesalahan, tidak lagi menanggapinya secara melebihi batas sampai-sampai melupakan kesalahan diri sendiri.
Sebab bisa jadi kesalahan yang dilakukan diri sendiri jauh lebih parah menurut pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Istighfar: Penyempurna Kekurangan Amalan (Surat Fussilat Ayat 6)
Selain menjadi jalan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, istighfar juga merupakan penyempurna kekurangan amalan.
Syaikh Ismail Al-Muqaddam dalam buku Fikih Istighfar menyampaikan ayat berikut beserta hikmah yang terkandung di dalamnya:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah (Muhammad), ‘Aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya).’” (Al-Qur’an Surat Fussilat ayat 6)
Dalam ayat tersebut terdapat isyarat bahwa dalam perjalanan untuk istiqomah niscaya akan ada kekurangan dari standar yang diperintahkan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk menutupnya dengan istighfar untuk bertaubat dan kembali pada istiqomah.

3. Istighfar: Mencegah Azab Allah (Surat Al-Anfal Ayat 33)
Selanjutnya, selain sebagai jalan memperoleh pertolongan Allah dan penyempurna amalan, istighfar juga memiliki keutamaan dapat mencegah azab Allah.
Dalam buku Sukses Dunia & Akhirat dengan Istighfar & Taubat karya Abu Ustman Kharisman, istighfar menyebabkan terhindar dari azab.
“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 33).
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji bahwa Dia tidak akan mengazab suatu kaum selama ada 2 hal:
(1) Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hidup bersama mereka, dan
(2) mereka senantiasa beristighfar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah lama wafat, sehingga hanya tinggal 1 saja sebab keamanan dari azab Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu istighfar.

4. Bila Merasa Malu Beristighfar karena Banyaknya Dosa-Dosa yang Telah Dilakukan
Rasa malu karena sering mengulangi melakukan dosa dan kesalahan yang sama padahal sudah pernah berjanji tidak melakukannya lagi adalah rasa yang sudah sewajarnya ada pada orang yang jujur dengan hatinya.
Masa sih tidak malu, sekarang mengucapkan istighfar karena bangun kesiangan sehingga terlewat waktu subuh.. tetapi beberapa hari kemudian bangun kesiangan lagi?
Masa sih tidak malu, sekarang mengucapkan istighfar karena melihat apa yang haram dilihat.. tetapi beberapa hari kemudian tidak sanggup menahan mata untuk melihat yang tidak boleh dilihat lagi.
Masa sih tidak malu, sekarang berjanji akan menjalani hidup yang bersih, namun ternyata belum sanggup menjadi orang yang benar-benar bersih.
Lalu jika demikian, masa sih kita tidak merasa malu mengucapkan istighfar?
Tetapi perhatikan apa kata Imam Hasan Al-Bashri tentang rasa malu mengucapkan istighfar.
Dalam buku Dahsyatnya Istighfar karya Hasan bin Ahmad Hamam, Imam Hasan Al-Bashri juga pernah ditanya, apa tidak malu seseorang yang banyak berbuat dosa, kemudian beristighfar, kemudian berbuat dosa lagi, kemudian beristighfar lagi, demikian seterusnya?
Akan tetapi beliau menjawab bahwa setan ingin berhasil menggoda manusia untuk bersikap seperti itu, yaitu malu untuk beristighfar sehingga tidak mau beristighfar.
Maka rasa malu itu wajar, bahkan memang harus ada, wajib ada, karena seorang yang jujur hatinya tentu akan merasa malu dengan kesalahan yang berulang kali dilakukannya.
Akan tetapi rasa malu tersebut tidak boleh menyebabkan seseorang menjadi enggan mengucapkan istighfar.
Justru sebaliknya, rasa malu tersebut semestinya membuat istighfar yang diucapkan menjadi terasa semakin dalam, semakin khusyu’, semakin syahdu, dan semakin jujur dari lubuk hati yang terdalam.

5. Penutup: Istighfar Amalan Esensial
Alasan saya mengangkat topik istighfar di dalam blog ini adalah ketertarikan saya pada hal-hal yang esensial, sedangkan istighfar merupakan hal yang esensial.
Istighfar adalah amalan yang terkesan sederhana tetapi justru teramat penting dan dahsyat jika dilakukan dengan benar, dilakukan sepenuh hati.
Seseorang yang ingin menunaikan ibadah haji, boleh jadi belum punya uang, baru bisa niat dan menabung sedikit demi sedikit.
Seseorang yang ingin bangun di sepertiga malam untuk mengerjakan tahajjud atau qiyamulail, mungkin tidak bisa melakukannya secara rutin.
Seorang yang ingin pergi shalat berjamaah di masjid, mungkin terkendala sakit atau hujan deras.
Akan tetapi, istighfar adalah amalan yang semestinya ringan dikerjakan di berbagai keadaan, bahkan sambil mengetik tulisan ini pun saya bisa sambil beristighfar.
Jika belum mampu melakukan ibadah yang memerlukan energi, waktu, serta uang yang lebih banyak, jangan lewatkan amalan yang ringan di lisan tetapi berat di timbangan amal ini, yaitu istighfar.
Maka istighfar benar-benar menjadi amal yang esensial.
Sebagai penutup, hendaknya setiap muslim memperbanyak istighfar.
Semoga dengan merutinkan istighfar selesailah segala masalah, memperoleh pertolongan Allah, disempurnakan kekurangan amal ibadahnya, dan dijauhkan dari azab Allah.
Iqbal – diakhir.blog
Referensi
Al-Muqaddam, S. I. (2015). Fikih Istighfar. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Hamam, H. b. (2013). Dahsyatnya Istighfar. (A. Ghazali, & M. Albanni, Eds.) Solo: Mumtaza.
Kharisman, A. U. (2016). Sukses Dunia Akhirat dengan Istighfar dan Taubat. Bandung: Cahaya Sunnah.
Tim Ahli Tafsir di Bawah Pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. (2015). Shahih Tafsir Ibnu Katsir (10 ed., Vol. 9). (A. A. Bashri, Ed., & A. I. al-Atsari, Trans.) Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
Featured Image: iStock.com / onurdongel (Standard License)
One response to “Istighfar sebagai Jalan Meraih Pertolongan Allah, Penyempurna Kekurangan Amalan, dan Pencegah Azab”
Semoga Istiqomah beristighfar