Saya Tidak Tahu Apakah Ibadah Saya akan Diterima oleh Allah, tetapi Saya Butuh

coffee hujan mengikat inspirasi diakhir.blog

Hi Pembaca yang baik hati, terima kasih telah mengunjungi diakhir.blog.

“Memangnya Allah akan Menerima Ibadah Seorang Pelaku Maksiat Sepertimu?”

Saya pernah menemukan sebuah video yang diupload seseorang di Facebook, sebuah video yang membawa pesan yang sangat dalam.

Di video itu ceritanya ada sekelompok pemuda yang sedang berkumpul, duduk lesehan di tanah. Mereka asyik bermain judi.

Tak lama azan pun berkumandang dari masjid.

Salah seorang pemuda bangkit dari duduknya dan beranjak pergi meninggalkan mereka.

Salah seorang temannya pun bertanya hendak ke manakah dia.

Dia menjawab hendak sholat berjamaah di masjid.

Kemudian sang teman kembali bertanya apa dia benar-benar serius akan pergi ke masjid, memangnya Allah akan menerima ibadah seorang pelaku maksiat seperti dirinya?

Dia pun menjawab, dia tidak tahu apa amal ibadahnya akan diterima oleh Allah.. yang dia tahu hanyalah bahwa dirinya BUTUH beribadah kepada Nya.

Masya Allah, pesan yang sangat-sangat dalam.

Seorang Remaja dengan Kisah Masa Lalunya

Selesai menonton video tersebut, saya teringat masa-masa kelas 1 SMA dulu, punya teman seangkatan, Irvan namanya.

Irvan pernah cerita, waktu SMP dia anak yang bandel.

Hingga suatu waktu dia mendapat hidayah dan memutuskan untuk berubah menjadi remaja baik-baik.

Mendengar ceritanya saya pun membatin, wah, anak SMA kelas 1 bilang dirinya dapat hidayah, dia ini usia memang masih remaja, tetapi pikirannya jauh di atas usianya!

Saat SMA itu saya dan Irvan rajin menghadiri acara-acara pengajian atau mentoring yang diasuh oleh kakak-kakak alumni sekolah.

Terkadang ada acara sholat tahajud bersama serta muhasabah atau menghitung kesalahan diri.

Di situlah saya melihat Irvan menangis, tangisan yang menyiratkan penyesalan masa lalu.

Di satu sisi saya merasa heran, kesalahan atau dosa macam apa yang pernah dilakukannya hingga dia tampak benar-benar menyesalinya? Paling-paling cuma bolos atau kenakalan ala anak SMP..

Di sisi lain, saya merasa iri dengannya karena rasa penyesalan yang dimilikinya telah membuatnya mudah menangis saat muhasabah, menyesali kesalahan-kesalahan masa lalunya.

Sedangkan saya saat itu merasa belum punya kesalahan apa-apa, masih bersih, rasa-rasanya sih selama ini saya menjadi remaja SMP dan SMA yang biasa-biasa aja tanpa ada keinginan berbuat suatu hal yang bikin orang tua saya bersedih.

Apalagi sejak kecil saya menyadari kesulitan keuangan keluarga saya sedangkan bersekolah itu perlu biaya (baca: “Lenyapnya Ayam Goreng Gaji Pertama”) sehingga saya tak pernah ingin berbuat yang aneh-aneh.

Karena merasa biasa-biasa saja maka saya pun tak mendapatkan feel atau rasa menyesali kesalahan masa lalu ketika sholat tahajud dan bermuhasabah.

“Wahai Hamba-Hamba-Ku yang Melampaui Batas terhadap Diri Mereka Sendiri!”

Tetapi rasa bersih itu tidak bertahan lama sebab..

Tahun demi tahun berlalu, saya mulai mengalami seluk-beluk kehidupan.

Usia bertambah dewasa, aktivitas bertambah banyak, demikian pula pengalaman..

Saya pun mulai menyadari ternyata saya tidak sebersih yang saya duga.

Ternyata banyak sekali kesalahan yang telah saya lakukan.

Banyak sekali!

Sampai-sampai saat saya melihat batu atau bahkan kotoran kucing, saya membatin, batu itu hanyalah benda yang terserak di jalanan, kotoran kucing itu hanyalah benda yang jorok atau menjijikkan.

Tetapi sejujurnya benda-benda itu jauh lebih baik dari saya, sebab mereka tidak pernah berkhianat kepada Allah, benda-benda tersebut tidak pernah bermaksiat sekali pun.

Sedangkan saya?

Semoga Allah senantiasa mengampuni dosa-dosa saya.

Sepanjang hidupnya manusia biasa seperti kita memang tidak lepas dari kesalahan.

Ini hanyalah soal apakah kita jujur mengakui kesalahan-kesalahan itu ataukah berkelit menutupinya seolah tidak pernah melakukannya.

Coba cek pekerjaan kita, apakah terbebas dari kezaliman?

Apakah bisnis yang kita lakukan terbebas dari riba?

Apakah makanan yang masuk ke mulut kita benar-benar halal?

Apakah urusan kita sering menyebabkan kita melalaikan shalat?

Seberapa sering kita merasa tak sanggup mengucapkan “tidak” ketika kita harus mengucapkan “tidak”?

Apakah diri kita di masa lalu akan bangga dengan apa yang kita perbuat saat ini?

Itu hanyalah sedikit pertanyaan dari beberapa pertanyaan yang bisa ditanyakan kepada diri masing-masing.

Terkadang kesalahan itu bikin seseorang jadi merasa down, merasa putus asa.. rasanya dosa-dosanya sudah demikian bertumpuk apa iya Allah akan mengampuninya..

Ternyata yang harus kita lakukan adalah selalu atau senantiasa bertaubat.

Tidak boleh berputus asa dari ampunan Allah.

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 53)

Video yang saya ceritakan barusan membawa pesan penting: kita tidak tahu apakah Allah akan menerima amal ibadah kita, tapi satu hal yang pasti kita BUTUH beribadah kepada Allah.

Ya, ibadah adalah kebutuhan, tidakkah kita merasakannya?

Kita tak tahu apakah ngaji kita diterima, tak tahu apa sholat, sedekah, puasa, dan amal ibadah lainnya diterima, terlebih dengan semua dosa-dosa yang kita perbuat.. tetapi kita butuh melakukan itu semua agar Allah memberi jalan atau pertolongan, mengeluarkan kita dari hidup yang merugi.

Kita butuh melakukan semua ibadah itu untuk terus berharap akan ampunan Allah.

Jangan menyerah untuk berharap.

Iqbal – diakhir.blog

Featured Image: Pixabay.com / Kari Shea

Comments

2 responses to “Saya Tidak Tahu Apakah Ibadah Saya akan Diterima oleh Allah, tetapi Saya Butuh”

  1. Hamam Abidin Avatar
    Hamam Abidin

    Hebat itu bukan menjadi manusia yang tak pernah berbuat “Dosa”.
    Tapi siapa yang sadar akan khilaf, lalu bertaubat, salah lalu bertaubat.

    Bagaimanapun banyaknya manusia lebih merasa dirinya “benar” daripada berani mengakui kesalahan, atau dirinya tahu salah tapi tak cukup berani untuk bertaubat.

    Gitu ya mas?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *