Hi Pembaca yang baik hati, terima kasih telah mengunjungi diakhir.blog.
Jika ada dua pilihan antara naik kereta api atau naik pesawat terbang untuk mencapai suatu tempat (misalnya untuk mudik), maka saya akan lebih memilih naik kereta.
Alasannya, tiket kereta lebih murah daripada tiket pesawat.
Selain itu, proses boardingnya jauh lebih sederhana ketika naik kereta. Untuk naik kereta, saya hanya perlu melalui pos pemeriksaan tiket, selanjutnya tinggal menuju ruang tunggu di peron.
Sedangkan untuk naik pesawat, biasanya saya akan melalui pemeriksaan tiket dan barang-barang sebanyak 2 hingga 3 kali, melepas ikat pinggang (apabila ada unsur logamnya), serta mengeluarkan laptop dari tas sesuai aturan pemeriksaan. Belum lagi mesti memastikan berat tas tidak melebihi batas maksimal yang ditetapkan.
Nah, selain soal harga tiket dan proses boarding tadi, sebenarnya ada satu lagi faktor yang mendorong saya lebih suka naik kereta daripada naik pesawat, yaitu faktor turbulensi atau guncangan di pesawat.
Sejak pertama kali saya naik pesawat hingga saat ini saya tidak suka turbulensi.
Menurut website Traveloka, turbulensi pesawat adalah keadaan di mana terjadi perubahan tekanan dan kecepatan aliran udara secara drastis yang menyebabkan timbulnya guncangan pada badan pesawat.
Sebenarnya, turbulensi pesawat adalah hal yang wajar terjadi dan tidak berbahaya. Tiap pesawat telah dirancang sedemikian rupa agar dapat kuat menghadapi turbulensi.
Pilot juga dapat memprediksi kapan terjadinya turbulensi dengan menggunakan teknologi.
Umumnya, penyebab turbulensi adalah adanya awan atau cuaca buruk. Selain itu, ada juga clear air turbulence (CAT) yang justru terjadi di udara cerah.
Meski sudah ada penjelasan bahwa turbulensi adalah hal yang wajar, kenyataannya saya tetap merasa khawatir. Hati pun menjadi waswas.
Sejujurnya, saat terjadi guncangan saya jadi teringat berbagai kesalahan-kesalahan yang pernah saya lakukan dalam hidup ini. Ketika guncangannya semakin besar maka saya merasa semakin takut.
Ada penyesalan, takut, bagaimana, ya, kalau Allah mengambil nyawa saya di tengah jalan, apakah saat itu saya berada dalam kondisi memperoleh khusnul khatimah atau akhir yang baik?
Kondisi waswas karena guncangan di pesawat telah memberi saya dua inspirasi.
Pertama, bahwa manusia sering lupa akan hakikat kehidupan yang sementara, lupa tujuan hidup, dan baru mulai tersadar ketika sedang diguncang.
Layaknya turbulensi pesawat yang menyadarkan saya untuk segera memperbanyak istighfar.
Kedua, bahwa kita perlu melakukan instrospeksi, muhasabah, memastikan perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan yang baik yang Allah ridha dengan perjalanan tersebut.
Sehingga hati akan merasa lebih tenang, karena ketika seseorang berjalan di perjalanan yang baik, yang ditandai dengan niat baik, dibiayai dengan harta yang HALAL, diisi dengan kebaikan, tentu bakal lebih bisa menenangkan hati dengan dzikir dan doa di perjalanan.
Sekian tulisan ini semoga bermanfaat untuk saya dan yang membacanya.
Iqbal – diakhir.blog
Featured Image: Pixabay.com / Gerhard
Leave a Reply